Senin, 30 Maret 2009

WAKTU DAN TEMPAT TAKBIRAN

Waktu dan tempat takbir hari raya
Hadits nabi saw,
Telah berkata Az-Zuhriy, “Bahwasanya Nabi saw keluar untuk sholat hari raya Idul Fithri dengan takbir mulai dari rumahnya hingga tiba ditempat sholat.”(HR. Abu Bakar, MURSAL dalam Nailul Authar)

Telah berkata Ibnu Umar, “Bahwasanya Nabi saw bertakbir dan bertahlil dengan suara keras ketika keluar pergi sholat hari raya Iduk Fithri hingga tiba di tempat sholat.” (HR. Baihaqi dan Hakim, DHAIF, MAUQUF, dalam Nailul Author)

Nabi saw bersabda, “Hiasilah hari raya-hari raya kamu dengan takbir.”(HR. Thabrani, GHARIB, dalam Nailul Authar)

Ketiga hadist diatas sesuai dengan kedudukannya tidak bias dijadikan dasar dalam beragama. Berikut hadits SHAHIH yang bias dijadikan dasar.

Telah berkata Ummu Athiyah, “Rasulullah saw memerintahkan kepada kami untuk membawa keluar anak-anak perempuan yang hamper baligh, perempuan-perempuan haid dan anak-anak perempuan yang masih gadis, pada hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Adapun wanita-wanita yang haid itu mereka tidak sholat.”(HR. Muslim)
Dan bagi Imam Bukhori, Ummu Athiyah berkata, “Kita diperintahkan supaya membawa keluar wanita-wanita haid lalu bertakbir bersama-sama dengan orang banyak.”(dalam Nailul Author)

Dari hadits shahih ini dapat dipahami bahwa takbir hari raya itu dilaksanakan pada waktu tiba di tempat sholat sampai berdirinya sholat.

ACARA KEMATIAN

Pertanyaan :
Di tempat saya bila ada orang yang meninggal. Diadakan acara-acara atau amalan tertentu sejak hari meninggal sampai 7 hari, juga ada acara 40 hari, 100 hari dan sebagainya. Acara itu biasa diisi dengan membaca Yaasiin dan tahlil. Bagaimana menurut Islam?

Jawaban :
Acara-acara atau amalan itu bukan dari Islam. Acara-acara tadi tidak ada tuntunannya di dalam Islam, meskipun banyak orang Islam yang melakukannya. Sejak dulu di zaman Nabi SAW masih hidup, zaman sahabat bahkan zaman tabi’in, tidak pernah ditemui pelaksanaan acara-acara tersebut. Baik dalam hadits shahih dan atsar.

Kebanyakan orang melakukan amalan itu berdasarkan prasangka, ada pula yang mendapati hal itu dari orang tua, atau dari gurunya, yang kalau diteliti lebih jauh tidak akan ditemui tuntunannya.

Dengan kata lain, banyak umat Islam yang melakukan amalan tersebut hanya karena taklid, atau sekedar ikut-ikutan tanpa tahu ilmunya.

KEMBALI DARI KESALAHAN

Manusia adalah tempat salah dan lupa, dan sebaik-baik yang berbuat salah adalah mereka yang segera bertaubat. Siapapun keturunan Adam pasti memiliki salah, hanya nabi saw saja yang terhindar dari salah.

Orang-orang beriman apabila berbuat salah, lalu menyadari kesalahan itu, ia akan segera berhenti dari perbuatan itu dan bertaubat. Jadi orang yang beriman bukanlah berarti mereka yang terlepas dari kesalahan, akan tetapi mereka yang apabila diperingatkan dari perbuatan salahnya ia akan segera kembali kepada Allah.

QS As-Sajdah : 15
“Orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Kami, hanyalah orang-orang yang apabila diperingatkan dengannya (ayat-ayat Kami) , mereka menyungkur sujud dan bertasbih serta memuji Tuhannya, dan mereka tidak menyombongkan diri.”

Kamis, 19 Maret 2009

jalan lurus?

Ada orang yang rajin sholat, tetapi kenapa amal kesehariannya jauh dari Islam? Dan lagi saat ada orang lain yang memberi hasehat ia tidak mau atau enggan menerimanya.

Jawab :
“Akan Aku palingkan dari tanda-tanda (kekuasaan-Ku) orang-orang yang menyombongkan diri di bumi tanpa alasan yang benar. Kalaupun mereka melihat setiap tanda (kekuasaan-Ku) mereka tetap tidak akan beriman kepadanya. Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak (akan) menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka menempuhnya. Yang demikian adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lengah terhadapnya.” (QS. AL-A’RAAF: 146)

Ada orang yang ditunjukkan ayat Allah tetapi dia tidak mau beriman. Ada orang yang ditunjukkan jalan lurus tetapi tidak mau menempuhnya. Memang seperti sabda Nabi SAW, bahwa jalan ke neraka itu dipenuhi daya tarik, sedangkan jalan ke surge penuh kebosanan dan kesulitan.

Meskipun setiap hari di dalam sholatnya orang tersebut selalu berdo’a dan memohon agar ditunjukkan jalan yang lurus (ihdinash-shirathal mustaqim). Tetapi kenapa bias demikian? Bagaimana bias kita meminta sesuatu sekaligus menolaknya. Bias jadi kita tidak sungguh-sungguh dalam meminta. Lalu apa gunanya kita meminta? Apa gunanya kita berdo’a dan memohon kepada Allah agar ditunjukkan jalan yang lurus. Sementara jalan yang sudah terlihat tidak kita lalui.

bid’ah ?

Bagaimana kita menyikapi masyarakat yang masih suka melakukan perbuatan bid’ah ?

Jawab :
Seseorang melakukan perbuatan bid’ah ada bermacam-macam sebab dan alasan. Dan sebagian besar dari mereka adalah karena belum mengerti. Mungkin sekali kita dulu juga begitu, kita mengamalkan sesuatu yang ternyata bid’ah karena kita tidak tahu. Sekarang saat ilmu itu telah datang dan kita menerima, baru kita berhenti mengamalkannya.

Begitu pula kalau kita ingin agar masyarakat kita, baik saudara, teman ,tetangga, atau siapapun terbebas dari perbuatan bid’ah, kita harus membuat mereka mengerti. Inilah pentingnya ilmu, pentingnya kita mengaji belajar ilmu agama. Kalau mereka sudah tahu dan memahami. Insya Allah dengan sendirinya semua perbuatan bid’ah tersebut akan hilang dengan sendirinya.

emansipasi ?

Bagaimana Islam memandang emansipasi wanita?


Jawab :
Kalau yang dimaksud emansipasi adalah wanita dan laki-laki sama, tentu saja ini menyalahi sunnatullah. Wanita dan laki-laki tidak mungkin bias sama, tetapi kalau dalam hal hak masuk surga, Allah tidak membedakan antara laki-laki dan wanita. Selama ia punya iman dan beramal sholeh, baik laki-laki maupun wanita sama haknya.

Bagaimanapun laki-laki adalah pemimpin bagi wanita, suami adalah pemimpin bagi istrinya. Nabi SAW pernah bersabda, wanita itu kurang akalnya dan kurang agamanya. Yang dimaksud kurang akalnya adalah kesaksian dua orang wanita sama dengan kesaksian seorang laki-laki. Sedangkan yang dimaksud kurang agamanya adalah, bukankah jika seorang laki-laki bias melaksanakan sholat sepanjang tahun sedangkan wanita tidak, demikian juga dalam hal puasa.

“Laki-laki (suami) adalah pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya…” QS AN-NISA’ : 34

Kamis, 12 Maret 2009

Tentang do’a berbuka puasa

Bermacam-macam do’a berbuka puasa bedasar hadits,

Dari Ibnu Abbas, ia berkata : adalah Rasullullah SAW apabila berbuka puasa beliau berdo’a, Allahumma laka shumnaa wa ‘alaarizqika afthornaa fataqobbal minna innaka antas sami’ul aliim ((Ya Allah, untuk-Mu kami berpuasa, dan atas rizqi-Mu kami berbuka, maka terimalah (ibadah) dari kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ).” (HR. Daruquthni juz 2, hal. 185 no. 26 DHAIF karena dalam perawi Abdul Malik binHarun bin Antarah )

Dari Ibnu Abbas,ia berkata : Adalah Nabi SAW apabila berbka puasa beliau berdoa, “Laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqobbal minnii innaka antas samii’ul ‘aliim (untuk-Mu aku berpuasa, dan atas rizqi-Mu aku berbuka, maka terimalah ibadahku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ).” (HR. Thabrani dalam AL-Kabir juz 12, hal.113, no. 12720, dalam sanadnya ada perawi bernama Abdul Malik bin harun bin Antarah, ia DHAIF.)

Dari Muadz bin Zuhrah, bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa Nabi SAW apabila berbuka puasa beliau berdoa, “Allohumma lakashumtu wa ‘alaa rizqika afthortu (Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa, dan dengan rizqi-MU aku berbuka puasa )” (HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, no.2358, hadits tersebut MURSAL karena Muadz bin Zuhrah tidak bertemu Nabi SAW.)

Ketiga hadits diatas tidakbisa dijadikan dasar dalam beramal sehubungan dengan kedudukan hadits-hadits tersebut.
Berikut hadits hasan yang bias kita jadikan dasar .

Dari Marwan, yakni bin Salim Al-Muqaffa’, ia berkata : Aku melihat Ibnu Umar RA memegang jenggotnya, lalu memotong yang lebih dari genggaman tangannya. Ia berkata : Adalah Rasulullah SAW apabia berbuka puasa beliau berdoa, “Dzahabadh-dhoma-u wabtallatil ‘uruuqu wa tsabatal ajru, insyaa-allah (haus telah hilang, urat-urat telah basah dan semoga pahala tetap didapat, insyaa-allooh). (HR. Abu Dawud juz 2, hal. 306, no. 2357, hadits HASAN )